• Seremonial penandatangan PKB 2013-2015 oleh pihak manajemen TEPI dan SPNTI disaksikan oleh Depnaker dan SKK migas
  • Turnamen futsal SPNTI dalam rangka peringatan HUT SPNTI
  • Sarasehan dalam rangka peringatan HUT SPNTI ke-10 bertempat di hotel Pacific Balikpapan
  • Musyawarah Nasional KSP migas yang pertama sekaligus deklarasi terbentuknya Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia

Sunday, September 13, 2015

Memahami “Penguasaan” Migas dari Sejarah (oleh : Prof Koesoemadinata)


Tulisan dari bapak Rovicky
disalin dari : rovicky.wordpress.com

Lepas dari persoalan interpretasi dan pemahaman istilah “dikuasi” dalam pasal 33 UUD 1945. Pengelolaan migas di Indonesia ini telah berkembang lebih dari seabad yang lalu. Siapa saja yang mengelola (mencari, menemukan dan memproduksi) dan bagaimana perubahannya di dongengkan Prof (emeritus) Koesoemadinata dibawah ini.

Diskusi awal di IAGI-net terpicu oleh pernyataan dari salah satu praktisi migas membuat Pak Koesoema untuk kembali mengorek sejarah.

Awal Penguasaan Migas.
UUD-45 itu kan disusun zaman Jepang oleh para cendekiawan yang pada waktu itu cenderung sosialistis (bukan komunis) dan nasionalist. Kecenderungan ini bukan saja di Indonesia tetapi juga di Europa, bahkan di Amerika Serikat (a.l penulis Hemingway, yang ikut berjuang di Sepanyol dengan para sosialis melawan fasisme). Pancasila sendiri juga bersifat  sosialistis . Marhaenisme yang dianut bung Karno juga bersifat sosialistis yang anti kapitalisme dan anti komunisme.
Maka setelah Indonesia merdeka terutama setelah pada tahun 1958 kita kembali ke UUD-45, maka banyak perusahaan asing khususnya semua perusahaan Belanda (termasuk perkebunanan,  bahkan pabrik roti dan toko2)  dinasionalisasi apalagi dengan dalih Trikora dan terjadi exodus orang wna (WN Belanda).

Perusahaan Inggris (a.l. BPM Shell, walaupun sahamnya sebagaian saham Belanda) dan Amerika (Caltex, Stanvac) tidak ikut dinasionalisasi karena kepentingan politik untuk dukungan merebut Papua. Juga perusahaan tambang Timah di Bangka Belitung,  emas di Cikotok dan bauksit di Kijang  dan batubara di Sawahlunto dan Bukit Asam semua dinasionalisasi menjadi PN Timah, PN Aneka Tambang, PN Batubara. Jadi pada zaman itu sudah terjadi nasionalisasi sumber alam Indonesia sesuai dengan pasal 33 UUD-45. Juga pada akhir PD-II itu ada perusahaan gabungan BPM-pemerintah kolonial NIAM, juga dinasionalisasi menjadi PN Permindo yang kemudian jadi Pertamin. Jawa Barat Utara diambil alih dari BPM menjadi PN Permigan.
:-( “Wah Pakdhe, ada kepentingan politik juga ya sejak awal kemerdekaan?”

:-D “Thole dalam setiap pemerintahan selalu saja ada kecenderungan berkelompok dengan negara-negara lain yang memiliki paham yang sama untuk bergabung ‘saling menguntngkan’. Jadi saat itu ‘dipilih’ untuk merebut Papua”

Production Sharing Contract. (awal PSC)
Nah, waktu itu Ibnu Sutowo / tentara mengusai daerah minyak Sumatra Utara, yang tidak sempat diambil kembali oleh BPM/Shell dan membentuk PN Permina. Disini sebetulnya kelihaian dia, dia sadar bahwa untuk explorasi dan produksi itu memerlukan SDM, modal dan teknologi yang jelas Indonesia tidak mempunyai (ahli teknik dan ahli geologi Indonesia saja yang ada pada waktu itu bisa dihitung dengan jari, termasuk saya). Pada tahun 60-an dia menemukan konsep yang didukung seorang jenderal dari Canada yang mempunyai perusahaan minyakbumi independent Asamera, yaitu production sharing contract.

Dalam production sharing contract ini Kuasa Pertambangan tetap dipegang Permina, dan Asamera menjadi sekadar kontraktor untuk mencari dan memproduksikan minyak di suatu wilayah kerja (daerah operasi) dengan split 50-50 dan semua biaya ditanggung kontraktor, jika tidak berhasil kontraktor tidak dapat penggantian apa2. Jelas Asamera hanya bersifat kontraktor, tidak boleh invesitasi apa2, semua perlengkapan begitu sampai di Indonesia menjadi milik Permina, juga kontraktor tidak boleh menklaim cadangan yang diketemukan sebagai assetnya, 50% saja tidak. Hanya jika minyakbumi itu sudah sampai ke permukaan maka Permina akan membayar kontraktor dengan minyak (in natura) sesuai dengan splitnya.

Semua tangki2, pipa dan instalasi produksi menjadi milik Permina. Kontraktor demikian yang dibayar dengan split sebetulnya sudah biasa pada umumnya dalam bidang enhanced recovery, dimana kontraktor minta dibayar dengan suatu split dari produksi. Dalam hal ini Asamera itu adalah kontraktor yang tidak jauh  berbeda dengan Schlumberger. Dan dengan demikian pula urusan pembebasan tanah, fasilitas kantor dsb diberikan Permina.

Karena sifatnya kontraktor, maka boleh tidak berbadan hukum di luar Indonesia (tidak perlu PT). Ibnu Sutowo sudah lihat jauh kedepan dengan adanya konsep DMO, karena jelas harga minyak bumi di dalam negeri tidak bisa sama dengan harga minyak internasional, di mana contractor diwajibkan menjual hasil produksi minyaknya dengan harga yang jauh lebih rendah dari pasaran internasional (istilahnya sekarang mensubsidi pasaran dalam negeri).

Nah itu situasinya masih sebelum G30S, Stanvac dan Caltex masih ditoleransi sebagai pemegang Kuasa Pertambangan. Maka muncul ekonomi yang disentralisir (adanya Badan Perancangan Negara, dengan proyek2 industriliasi, al industri baja, industri pupusi dengan bantuan Uni Soviet).

Era Migas sebagai “penggerak” pembangunan
Perkembangan produksi migas dan hasil eksplorasi (penemuan migas)
Sesudah G30S Pemerintahan Suharto sadar sangat memerlukan modal, karena Indonesia pada waktu itu tidak punya apa2 kecuali hutang ke Uni Soviet. Dalam soal migas konsep production sharing contract ini sangat dipuji karena sesuai dengan UUD-45, bahkan ditiru oleh negara lain, bahkan dilanjutkan oleh pemerintahan orde baru dengan menyerahkan seluruh KP migas kepada PN Permina dan PN Pertamin yang kemudian digabung menjadi Pertamina, dengan haknya untuk melakukan production sharing contracts dengan perusaan asing, sedangkan Shell pada waktu masih zaman bung Karno menjual seluruh assetnya (KP, isntalasi, kilang serta SPBU) di Indonesia  ke PN Permina dan sejak itu Permina memonopoli migas di Indonesia, sedangkan Caltex dan Stanvac masih ditolerir berlanjut.
:-( “Pakdhe jadi waktu itu pengusahaan migas dengan sistem PSC dipuji ya ?”

:-D “Kesadaran manusia itu berkembang. Sesuatu yang dulu dianggap bagus bisa berubah karena kesadaran dan juga karena tuntutan jaman. Tapi bukan menyalahkan masa lalu, kan ?”
Di bidang pertambangan hal di atas tidak terjadi, dan pada zaman Orla tidak terjadi “investasi” asing dalam bidang ini. Pernah ada wacana supaya ada investasi. Baru pada pemerintah Orba Departemen Pertambangan membuat konsep Kontrak Karya (contract of works) untuk pertambangan yang saya tidak begitu faham isinya dan bedanya dengan sistim konsesi (5a Contract) sebelum perang dunia ke-2 (atau zaman kolonial), tetapi pada dasarnya adalah KP bisa didapatkan oleh pihak asing asal berdomisili di Indonesia. Dalam hal ini perusahaan harus memberikan royalti kepada pemerintah (sebaliknya dengan production contractor yang  dibayar oleh Permina). Maka kontrak karya itu diberlakukan untuk PT Caltex Pacific Indonesia dan PT Stanvac Indonesia sampai berakhirnya konsesi yang didapatkan sejak zaman Belanda, Maka dengan konsep kontrak karya ini maka diundang perusahaan pertambangan asing, seperti Inco, Freeport, Alcoa dan banyak lagi, dan sebagian berhasil seperti PT Inco, PT Freeport, PT Newmont dsb. Hal ini juga terjadi dalam bidang batubara. Di lain pihak Pertamina ditugaskan untuk menjamin persedian BBM dalam negeri, bukan sekedar mencari, memproduksikan dan memasarkan BBM saja,

(Note: Gambar diatas memperlihatkan produksi meningkat ketika ada investasi)

Nah di zaman Suharto inilah terjadi secara berangsur liberalisasi dalam sistim perekonomian kita menuju ke free market economy di mana investor sangat didambakan untuk datang (zaman Sukarno tidak ada istilah investor asing, yang ada istilah imperialist kapitalist yang perlu diganyang), Pada permulaannya sistim sosialisme ini masih dipegang teguh dengan diangkatnya Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo (ayahanda Prabowo) seorang sosialis (pernah ketua Partai Sosialis Indonesia yang kemudian dibubarkan Sukarno) dan lulusan Sekolah Tinggi Ekonomi di Rotterdam (seperti juga Kwik Kian Gie) sebagai menteri perekonomian, dimana pada waktu itu masa suburnya BUMN yang berbentuk PN (yang kemudian dianggap gagal karena dianggap merupakan sarang korupsi) dan masih adanya Perencanaan Ekonomi Terpusat yang disebut Bapenas. Kemudian mulailah perekonomian dikembangkan oleh yang disebut Berkeley Mafia yang sampai sekarang masih berlanjut.
:-( “Looh Pakdhe, katanya pemimpin yang sekarang merakyat kan mestinya lebih membela rakyat bukan investor kan. Lah mosok sekarang malah jadi kapitalis ?”

:-D “Hust yang sedang terjadi sekarang itu ranah politik, kalau nanti 40 tahun lagi yang kita alami sekarang hanya jadi sejarah”
Juga dalam industri migas terjadi perubahan dalam konsep PSC ini secara pelahan2, berubahnya istilah contractor menjadi operator kemudian partner dan juga terms of contractnya, ada cost recovery (menurut Pak Ong sih dari zaman Ibnu Sutowo juga sudah ada), uplift dan macam2, sehingga lebih mendekati konsesi lagi.
Prosentase penerimaan migas pada akhir Repelita V, sebenarnya sudah menurun jauh, hanya sekitar 15-17% saja dari total penerimaan APBN. Beban subsidi yg diperhitungkan dari harga keekonomian dan harga jual ke public masih belum dirasakan karena harga minyak masih relative rendah <30$/bbl.

Orde Reformasi
Tentu klimaksnya dari perubahan ini terjadi pada Reformasi dengan campur tanganya IMF, maka undang-undang Migas baru diganti, di mana Pertamina dijadikan PT dan bersifat PSC seperti perusahaan minyak asing lainnya dengan alasan regulator tidak bisa merangkap operator (padahal Pertamina itu tidak pernah jadi regulator tapi bouwheer bagi kontraktor), dan maka dibentuk BP Migas yang kemudian oleh MK dibubarkan tapi tetep bandel dan menjelma jadi SKK Migas
Nah pada zaman Reformasi ini UUD-45 banyak diamandemen, tapi dari segi politik saja, bahkan sebetulnya sudah jauh berbeda dengan UUD-45 yang aseli, tetapi UUD-45 itu dianggap sakral, tidak ada seorang politisi atau negarawanpun yang berani merombaknya total menjadi konstitusi baru.

Nah soal Pasal 33 itu yang tidak sempat dirobah, bahkan mungkin tidak perlu dirubah, tetapi penafsiran yang dilakukan MK-ini masih mengikuti jiwa dari UUD-45 sebagaimana dicetuskan para founding fathers ini yang didasarkan Pancasila yang mengandung unsur sosialisme, antara lain hal yang menyangkut hajat orang banyak. Masalahnya adalah soal istilah ‘dikuasai negara‘, apakah bisa dikuasakan lagi pada orang lain selain BUMN?

Sekarang ini NKRI sudah menganut freemarket economy atau liberal capitalism, di mana BUMN itu diharamkan dan harus diprivatisasi. Semua para ahli ekonomi kita sudah menganut liberal capitalism. Juga RRC sudah memadukan dengan komunisme menjadi State Capitalism.

Itulah sedikit ulasan mengenai sejarah dari Pak Koesoema. Kita memang melihat masa lalu tidak untuk menyalahkan tetapi untuk memahami masa kini. Semoga kita bisa mengerti dan dapat “belajar” dari masa lalu, bukan menyalahkan masa lalu.

Sunday, September 21, 2014

SPNTI menerima penghargaan dari PMI


SPNTI menerima penghargaan dari PMI?
piagam penghargaan dari PMI
Apa hubungannya? SPNTI yang notabene sebagai organisasi pekerja, kok tiba tiba mendapat penghargaan dari lembaga sosial PMI...
Ssssttt... gak usah bingung begitu... begini ceritanya...
Sudah beberapa tahun belakangan ini SPNTI selalu mengagendakan kegiatan sosial donor darah, dengan mendatangkan petugas PMI ke lokasi lokasi kerja yang ada di Total EP Indonesie. SPNTI bertindak sebagai organizer/koordinator-nya.
Tentu saja kegiatan donor darah ini dapat terselenggara berkat kerja sama antar beberapa pihak, antara lain dengan pihak manajemen khususnya bagian HSE dan medis. Selain itu juga dengan pihak manajemen lapangan terutama dengan bagian general service, dan pastinya dengan dinas PMI.
Untuk petugas PMI, belakangan ini SPNTI bekerja sama dengan PMI unit kota Samarinda, dengan mempertimbangkan lokasi dan waktu tempuh perjalanan.

Kontribusi kegiatan donor darah yang di motori oleh SPNTI tersebut, ternyata menjadi penyumbang terbesar stok darah bagi PMI dalam suatu event donor darah. Dan itu bukan hanya tahun ini saja, tahun sebelumnya juga demikian.
Maka atas prestasi tersebut, SPNTI mendapat kehormatan untuk menerima penghargaan dari PMI unit Samarinda. Penyerahan piagam penghargaan di laksanakan bersamaan dengan hari ulang tahun PMI yang ke-69. Acara penganugerahan penghargaan di lakukan pada tanggal 17 September 2014, bertempat di Gedung serba guna GOR Madya Sempaja, Samarinda.
perwakilan TEPI dan SPNTI


Sunday, March 2, 2014

Mengapa menjadi pengurus SPNTI?


Banyak manfaat yang bisa dipetik oleh karyawan TEPI yang bergabung menjadi pengurus SPNTI. Menurut Fauzan, ada salah satu mantan pengurus SPNTI yaitu Bapak Aussie Gautama yang menyampaikan bahwa di SPNTI kita belajar untuk berbeda pendapat tapi tetap bisa bekerja sama dan kita bisa mengetahui dan memiliki teman sejati.
Ibu Lucy Nugroho (mantan Head Divisi HR) mengatakan bahwa SPNTI adalah sebuah miniatur politik yang merupakan seni dan ilmu untuk merealisasikan gagasan. Di sini para pengurus berusaha menjual gagasan agar bisa diterima dan dijalankan. Oleh karena itu menjadi pengurus SPNTI dapat berguna untuk mengasah interpersonal skill.
ilustrasi
Dari luar TEPI, salah seorang karyawan di CNOOC mengungkapkan bahwa bekerja untuk Serikat Pekerja itu ibarat fardhu kifayah, karena jamaah (dalam hal ini karyawan) harus ada yang mewakili dalam berinteraksi dengan management. 
Salah seorang pengurus SPNTI, Rijal menyampaikan pengalamannya bahwa menjadi pengurus SPNTI akan mendapatkan kesempatan untuk punya akses informasi dan berinteraksi di luar kapasitasnya sebagai pekerja, mengasah moral dan tanggunjawab agar karyawan pantas disebut sebagai stakeholder. Dia juga mengatakan bahwa apabila kita membantu yang di bumi,  niscaya yang di langit juga akan membantu kita. Dalam kaitan ini, kalau kita mengurus teman-teman/para karyawan maka Allah SWT juga akan mengurus kita.

Monday, February 24, 2014

Kemitraan SPNTI dan Management


Bapak Agus Suprijanto (DEVP) dalam kesempatan dialog di acara sarasehan HUT SPNTI, mengatakan bahwa SPNTI adalah mitra strategik perusahaan, merupakan partner yang tepat dalam hal “organizing people”. Perusahaan memerlukan partner dalam mengumpulkan aspirasi untuk didiskusikan bersama. Kita tidak bisa sukses kalau hanya one man show jadi harus merupakan partnership supaya ada added value yang lebih baik. Beliau juga menyampaikan apresiasi atas kontribusi SPNTI pada keberhasilan perusahaan, di mana produksi tahun 2013 telah melampaui target. Hal ini berkat adanya upaya, ada sistem yang bergerak yang turut dimotori oleh SPNTI.
Sinergi
Komitmen untuk bekerja profesional, mempunyai kompetensi, motivasi yang luar biasa dan confident sehingga meskipun sejak tahun 2011 sudah mulai decline tetapi saat ini kita masih “The Biggest”, Delivery kita masih paling banyak dan dalam hal HSE, tidak ada fatality meskipun ada incident oil spill dan Raisa tetapi pencapaian LTIF dan TRIR luar biasa.
Objective di tahun 2014 adalah pengeboran 100 sumur, dengan budget SKKMIGAS sekitar Rp.2,5 Trilliun. Budget yang diperlukan ini masih cukup besar, meskipun produksi berkurang. Hal ini disebabkan oleh aging facility sehingga tantangannya tidak mudah. 

Sesi dialog dalam acara sarasehan HUT SPNTI
Manajemen berharap agar pengurus SPNTI yang akan datang bisa melanjutkan partnership yang terjalin selama ini, dengan mempertahankan komunikasi yang telah berjalan dengan baik, tetap bekerja sama dalam diskusi dengan management, memberikan informasi yang transparan sehingga semua pihak mengetahui apa yang sedang terjadi.
Tidak kalah pentingnya adalah agar SPNTI dapat meningkatkan koordinasi di antara 9 TDK. Dengan melihat proses hubungan antara management dan SPNTI, telah diakui bahwa komunikasi yang selama ini berjalan telah menghasilkan hubungan yang bagus. SPNTI mendapati telah terjadi evolusi ke arah yang baik dalam hubungan dengan management, di mana saat ini kedua pihak selalu bersama–sama mencari jalan keluar yang terbaik, tidak lagi ada lagi saling menutup nutupi jika ada masalah.

Di luar perusahaan, SPNTI telah dipandang sebagai Serikat Pekerja yang terbaik di lingkungan Migas di Indonesia saat ini, Hal ini tidak semata-mata karena SPNTI yang baik tetapi juga karena management yang jauh lebih baik dalam berpartner dengan SPNTI.
Apa yang telah tertuang di PKB saat  ini sudah cukup bagus untuk mengcover kebutuhan karyawan karena proses pembuatannya yang terbuka dengan kemitraan transparan. Proses ini tidak mudah karena selalu saja ada kendala dan target serta kebutuhan.
Sedangkan di perusahaan lain sistemnya pasif di mana kalau tidak ada permintaan maka management tidak melakukan apa apa. Sedangkan di  TEPI, telah dilakukan pertemuan berkala antara management dan SPNTI dalam bentuk Quarterly Meeting.
Sehingga kalau ada kesepakatan yang menjadi prioritas maka akan dituangkan ke PKB. Management melihat karyawan sebagai komponen terpenting perusahaan sehingga management akan selalu berusaha untuk membangun, meningkatkan dan membantu. [ads]

Sarasehan dalam rangka HUT SPNTI ke-14


Sarasehan dalam rangka Hari Ulang Tahun SPNTI yang ke 14 berlangsung di Hotel Pacific Balikpapan pada hari Sabtu tanggal 22 February 2014 pk 19.30 - 22.00 dihadiri oleh para pengurus dan anggota SPNTI.
Management Total E&P Indonesie diwakili oleh  Bapak Agus Suprijanto (DEVP) dan Bapak Ifrialdy Radjab (HR/REL).
Sarasehan di hotel Pacific, balikpapan
Dalam sambutannya, Ketua SPNTI, Fauzan Muttaqin menyampaikan bahwa tahun ini akan dilaksanakan pemilihan pengurus baru SPNTI. Untuk dapat menjaring anggota SPNTI agar berminat dalam duduk di kepengurusan SPNTI.

Dalam kesempatan ini SPNTI menganugerahkan penghargaan kepada para pengurus yang dinilai telah bekerja keras, meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada organisasi.

Penghargaan diberikan kepada M. Hatta, Ketua TF PKB 2008-2010; Budi Satria, Ketua TF PKB 2011-2013 dan Hapid, Ketua TF PKB 2013-2015.

Selain itu juga diberikan kepada Faisal Akbar - ketua TF Tarif 2008, Fachrulrezi - ketua TF Tarif 2010 dan Abdulloh Al-Arif - ketua TF Tarif 2013.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons