Wednesday, November 20, 2013

PPh Pasal 21 atas Uang Pesangon, Uang Pensiun, THT dan JHT

Pemerintah telah mengeluarkan ketentuan yang mengatur Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, Dan Jaminan Hari Tua Yang Dibayarkan Sekaligus, yaitu dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2009 yang terbit tanggal 16 November 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010, tanggal 25 Januari 2010.

tarif pajak uang pesangon

Berikut akan disampaikan hal-hal yang diatur oleh PMK No.16/PMK.03/2010 dan PP No.68/2009 tersebut.

Uang Pesangon
Uang Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.


Tarif PPh Pasal 21 Uang Pesangon
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan belupa Uang Pesangon ditentukan sebagai berikut:
  • sebesar 0% (nol persen)atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
  • sebesar 5% (lima persen) atas penghasiian bruto di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
  • sebesar 15% (lima belas persen) atas penghasilan bruto di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
  • sebesar 25%  (dua puluh lima persen) atas penghasiian bruto di atas Rp500.000.000.00 (lima raLus juta rupiah).
Uang Manfaat Pensiun
Uang Manfaat Pensiun adalah penghasilan dari manfaat pensiun yang dibayarkan kepada orang pribadi peserta dana pensiun secara sekaligus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

Tunjangan Hari Tua
Tunjangan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara tunjangan hari tua kepada orang pribadi yang telah mencapai usia pensiun.

Jaminan Hari Tua
Jaminan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara jaminan sosial renaga kerja kepada orang pribadi yang berhak dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau keadaan lain yang ditentukan.

Tarif PPh Pasal 21 Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua ditentukan sebagai berikut:
  • sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah:
  • sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
Sifat Pemotongan PPh Pasal 21
Atas penghasiian yang drterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final, kecuali dalam hal terdapat bagian penghasilan yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya.

Mulai Berlaku
Ketentuan di atas berlaku sejak tanggal 16 November 2009.
 
Sumber: http://www.klinik-pajak.com/

Friday, November 8, 2013

Pre QM & Quarterly Meeting Nov 2013


Pada hari Rabu dan Kamis, tanggal 6 & 7 November 2013, telah di laksanakan pertemuan rutin 3 bulanan (Quarterly Meeting) antara Serikat Pekerja (SPNTI) dengan jajaran Management TEPI.

QM nov ’13 SPNTI – MGT

Pertemuan Pre-QM dilaksanakan pada Rabu-nya tanggal 6 Nov 2013 di kantor Jakarta. Pada pertemuan Pre-QM ini dari pihak management diwakili oleh jajaran direksi SDM (divisi HR), sedang dari serikat pekerja (SPNTI) diwakili oleh pengurus SPNTI pusat dan perwakilan dari SPNTI daerah (TDK). Adapun beberapa topik yang di bicarakan diantaranya adalah: Tindak lanjut dari perubahan rumusan THRK dan tunjangan cuti tahunan, fasilitas penugasan dinas (khususnya tentang meal at cost), revisi tarif transport, kelanjutan dari program RMP & DPLK BNI, dan beberapa topik mengenai permasalahan personalia.

Keesokan harinya, kamis 7 Nov 2013, dilanjutkan dengan pertemuan QM. Pertemuan ini di hadiri oleh peserta rapat Pre-QM ditambah dari pihak management hadir pula DG (President Director & General Manager) dan EVP (Executive Vice President). Pada pertemuan ini topik yang di bahas adalah terkait kontrak blok Mahakam yang akan berakhir di tahun 2017.

Adapun hasil dari pertemuan tersebut secara lengkapnya dapat dilihat di risalah rapat atau dapat pula ditanyakan ke perwakilan pengurus masing masing daerah kerja.

Friday, November 1, 2013

Catatan Kelemahan Peraturan Perundang2-an terkait berakhirnya kontrak Blok Migas


Berikut ini beberapa catatan kelemahan peraturan perundang undangan tentang berakhirnya kontrak blok migas:

  • UU No 22 tahun 2003 tentang Migas hanya mengatur kapan KKKS incumbent dapat mengajukan perpanjangan kontrak blok Migas dan KKKS lainnya dapat mengajukan penawaran pengelolaan Blok Migas yang akan habis masa kontraknya yaitu dimulai sejak 10 tahun sebelum berakhirnya kontrak blok Migas. Namun UU No.22 tahun 2003 belum mengatur kapan selambat-lambatnya Pemerintah akan memutuskan siapa pihak yang ditentukan mengelola blok Migas yang berakhir masa kontraknya tsb. Preseden buruk terjadi pada blok West Madura Offshore (WMO) yang sebelumnya dikelola oleh KKKS Kodeco yang pada akhirnya digantikan oleh Pertamina Hulu Energi dimana Pemerintah baru membuat keputusan sekitar 1 minggu menjelang berakhirnya kontrak.
  • PSC Contract belum mengatur mekanisme peralihan atas suatu blok Migas yang habis masa kontraknya
  • Akibat tidak diaturnya masa peralihan pada blok Migas yang berakhir masa kontraknya, maka KKKS bersikeras agar posisi/status KKKS sebagai operator pada suatu blok Migas dihormati hingga berakhirnya masa kontrak.
  • Selanjutnya akan berakibat pada tepat pada saat kontrak berakhir Pemerintah akan kesulitan mengelola Blok Migas tsb, karena belum jelas siapa yang mengelola blok Migas tsb.
  • Akibat berikutnya, Pemerintah akan terpaksa/dipaksa mengatur masa peralihan diluar masa kontrak yang ada.
  • Belum diatur secara jelas bagaimana status kepegawaian dari pekerja pada blok MIGAS yang habis masa kontraknya.
  • Mengingat PP 35 th 2004 tentang Kegiatan usaha Hulu Migas, dinyatakan bahwa suatu KKKS hanya boleh beroperasi pada satu blok MIGAS saja, maka apakah dengan berakhirnya kontrak blok Migas KKKS maka KKKS tersebut dikatagorikan diliquidasi?
  • Apakah dengan berakhirnya kontrak blok Migas kontrak kepegawaian pekerja dengan KKKS serta merta berakhir pula?
  • Apakah KKKS yang masa kontraknya berakhir pada suatu blok MIGAS memiliki hak/kewenangan untuk membawa seluruh pekerja ke blok Migas lainnya?
  • Pada PTK SKK Migas belum diatur secara jelas bagaimana mekanisme peng-anggaran pembayaran pesangon bagi pekerja pada blok Migas yang habis masa kontraknya, apakah dianggarkan sejak beberapa tahun sebelum berakhirnya kontrak melalui WP&B atau hanya dianggarkan pada tahun terakhir berakhirnya kontrak.
  • Belum diaturnya secara jelas mekanisme peng-anggaran à Funding pesangon pekerja jika kontrak blok Migas berakhir, hal ini dalam rangka memberikan rasa aman kepada pekerja bahwa dana pesangon sudah disiapkan/dicadangkan.
  • Pada UU No.13 tahun 2003, belum diatur secara jelas bagaimana kompensasi pesangon bagi pekerja pada blok Migas yang habis masa kontraknya yang ada hanyalah untuk kasus-kasus bangkrut dan likuidasi.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons