Wednesday, December 18, 2013

Index Salary Meet Market P50

Question: Apakah yang dimaksud tentang index salary, Meet Market P50? yang mana hal tersebut biasanya digunakan perusahaan / konsultan untuk menilai apakah salary kita under market atau above market. Mohon pencerahan-nya?
ilustrasi index salary
  • Answer1: Yang biasa memakai index salary seperti itu adalah HAY Consultant, yang mempunyai data survey untuk perusahaan-perusahaan di local (Indonesia) maupun International. Perusahaan-perusahaan tersebut dikelompokkan berdasarkan jenisnya, misalnya Petrochemical, Steel, Pharmaceutical, dsb. dan kemudian dikelompokkan lagi dengan besarnya perusahaan dalam arti jumlah produksinya, nilai produksinya dan juga jumlah karyawannya (artinya dibuat sedemikian sehingga perusahaan-perusahaan yang dalam satu kelompok dapat disejajarkan / dibandingkan). Dari waktu ke waktu, jika kita ikut program HAY, maka kita di update dengan data terbaru, yang biasanya disajikan dalam bentuk grafik, dalam satu kuadran, mulai dari Nol sampai 90.
    Nah, untuk setiap jabatan / posisi (sesuai workl load & responsibility / accountability nya) ada grafiknya masing-masing. Biasanya yang diambil patokan oleh perusahaan ialah Mid market di level P50 (artinya rata-rata dari perusahaan yang didata salary range nya ada di sekitar itu). Jadi, jika yang diambil adalah Mid market P65, artinya salary index yang dipakai adalah di atas rata-rata dari perusahaan sejenis, jadi dapat dibilang sebagai sesuatu patokan yang baik. Kebijakan perusahaan kadang-kadang memilih P80, misalnya untuk menghargai karyawan yang pekerjaannya spesifik dan juga untuk mencegah agar tidak mudah dibajak perusahaan lain. Tetapi, ada juga yang memilih tetap di sekitar P40 untuk semua jabatan, mengingat pasar setempat dan juga kemampuan perusahaan yang tidak mendukung jika dinaikkan ke P50.
  • Answer2: Pada dasarnya istilah Meet Market P65, biasanya dikenal dalam compensation & benefit program secara umum dan secara specific digunakan sebagai reference bagi kebijakan remunerasi sebuah organisasi perusahaan dalam membandingkan remuneration policy mereka dibandingkan dengan market.
    Istilah ini tidak hanya digunakan oleh Hay, akan tetapi digunakan oleh semua salary survey institution dan C&B specialist dari organisasi perusahaan untuk menentukan kebijakan Total Remuneration nya ataupun total cash nya.
    Jadi kalau ada pernyataan bahwa company akan bermain dengan P65, artinya secara remuneration system di organisasi perusahaan tsb. akan secara rata-rata berada di range 65% dari market survey.
    Atau bila anda membagi sebuah graph salary survey dari semua perusahaan migas di Indonesia (misalnya jumlahnya 20 perusahaan) menjadi 4 bagian, ada yang disebut lower quartile yang 25% dan ada median yang 50% dan ada upper quartile yang 75%, maka perusahaan anda adalah 1 dibandingkan 19 perusahaan migas lainnya dan berada P65yang artinya salary rata pekerjanya berada diantara median atau mid point ke upper quartile.Demikian kira2 kebijakan yang diambil oleh organisasi perusahaan terhadap rata-rata salary market yang ada.
sumber: diskusi migas-indonesia (dengan redaksi yang disesuaikan)

Sunday, December 1, 2013

Akhir Kontrak Blok Migas dan Pesangon Karyawan

Ketika suatu perusahaan Migas telah habis masa kontraknya di suatu wilayah kerja, maka akan ada beberapa kemungkinan yang terjadi terhadap karyawannya. Perusahaan dapat mempertahankan karyawannya dan membawa ke wilayah operasi lain. Perusahaan dapat juga mengalihkan karyawan kepada perusahaan baru yang mengakuisisi wilayah kerjanya. Alternatif lain perusahaan dapat mem-PHK karyawannya dengan memberikan pesangon.
Hal inilah yang kira kira akan terjadi pada karyawan TEPI pada tahun 2017 nanti.

Ada 3 hal yang perlu dicermati oleh pekerja TEPI (dalam hal ini SPNTI)
Pertama, Bahwa pembayaran Pesangon dalam hal ini PAP bukan hal yg otomatis diterima oleh pekerja. Seperti kita ketahui bahwa saat ini belum ada peraturan perundangan yg mengatur perihal aspek ketenagakerjaan pada blok migas yg habis masa kontraknya. PAP merupakan akibat/konsekuensi hukum atas terjadinya terminasi (PHK). Disini jelas bahwa PAP tidak mungkin keluar sekonyong2x tanpa adanya terminasi (PHK).

Kedua, Apabila saatnya tiba nanti, Siapa yg berinisiatif men-terminasi hubungan kerja? Perusahaan atau Pekerja?
Ini implikasi dari pasal 163 UU ketenagakerjaan no.13/2003. Perusahaan tidak ingin ada nuansa bahwa merekalah pihak yg berinisiatif mem-PHK. Karena kalau hal itu terjadi Perusahaan bisa kena konsekuansi nilai pesangon yang lebih besar (ini masih persepsi...)
Sedangkan bila pihak Pekerja yang mengundurkan, maka pekerja tsb tidak berhak atas Pesangon (PAP), namun yang di dapat adalah uang pisah. Ini JELAS pekerja tidak akan mau melakukannya.
Sehingga, hal yang memungkinkan dilakukan adalah sesuai dengan kesepakatan pada pertemuan Quarterly Meeting (QM) November 2013 lalu, yaitu:
Perusahaan membayar PAP atau pekerja menerima PAP sebagai akibat dari konsekuensi berakhirnya kontrak blok mahakam, atau perubahan status perusahaan, atau terbentuknya konsorsium baru.
Jadi bisa dimaknai kesepakatan tsb merupakan MAT berjamaah. MAT (Mutual Agreement Termination) baca: PHK atas suka sama suka.
Jadi harusnya tidak ada kekhawatiran siapa pihak yg berinisiatif utk men-terminasi

Ketiga, mengenai Program funding. Sebagai wujud nyata bahwa perusahaan siap untuk membayar pesangon pekerja dalam hal berakhirnya kontrak blok mahakam, Perusahaan akan menganggarkan dana pesangon yang dikelola secara independen. Dana tersebut akan di anggarkan secara bertahap sampai tahun 2017. Dana tersebut akan dibekukan sampai timbulnya hak dan kewajiban para pihak tiba.
Tentang hal yang ketiga ini masih dalam tahap pembahasan, baik itu penganggaran dananya dan juga teknis penempatannya.

Wednesday, November 20, 2013

PPh Pasal 21 atas Uang Pesangon, Uang Pensiun, THT dan JHT

Pemerintah telah mengeluarkan ketentuan yang mengatur Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, Dan Jaminan Hari Tua Yang Dibayarkan Sekaligus, yaitu dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2009 yang terbit tanggal 16 November 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010, tanggal 25 Januari 2010.

tarif pajak uang pesangon

Berikut akan disampaikan hal-hal yang diatur oleh PMK No.16/PMK.03/2010 dan PP No.68/2009 tersebut.

Uang Pesangon
Uang Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.


Tarif PPh Pasal 21 Uang Pesangon
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan belupa Uang Pesangon ditentukan sebagai berikut:
  • sebesar 0% (nol persen)atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
  • sebesar 5% (lima persen) atas penghasiian bruto di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
  • sebesar 15% (lima belas persen) atas penghasilan bruto di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
  • sebesar 25%  (dua puluh lima persen) atas penghasiian bruto di atas Rp500.000.000.00 (lima raLus juta rupiah).
Uang Manfaat Pensiun
Uang Manfaat Pensiun adalah penghasilan dari manfaat pensiun yang dibayarkan kepada orang pribadi peserta dana pensiun secara sekaligus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

Tunjangan Hari Tua
Tunjangan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara tunjangan hari tua kepada orang pribadi yang telah mencapai usia pensiun.

Jaminan Hari Tua
Jaminan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara jaminan sosial renaga kerja kepada orang pribadi yang berhak dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau keadaan lain yang ditentukan.

Tarif PPh Pasal 21 Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua ditentukan sebagai berikut:
  • sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah:
  • sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
Sifat Pemotongan PPh Pasal 21
Atas penghasiian yang drterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final, kecuali dalam hal terdapat bagian penghasilan yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya.

Mulai Berlaku
Ketentuan di atas berlaku sejak tanggal 16 November 2009.
 
Sumber: http://www.klinik-pajak.com/

Friday, November 8, 2013

Pre QM & Quarterly Meeting Nov 2013


Pada hari Rabu dan Kamis, tanggal 6 & 7 November 2013, telah di laksanakan pertemuan rutin 3 bulanan (Quarterly Meeting) antara Serikat Pekerja (SPNTI) dengan jajaran Management TEPI.

QM nov ’13 SPNTI – MGT

Pertemuan Pre-QM dilaksanakan pada Rabu-nya tanggal 6 Nov 2013 di kantor Jakarta. Pada pertemuan Pre-QM ini dari pihak management diwakili oleh jajaran direksi SDM (divisi HR), sedang dari serikat pekerja (SPNTI) diwakili oleh pengurus SPNTI pusat dan perwakilan dari SPNTI daerah (TDK). Adapun beberapa topik yang di bicarakan diantaranya adalah: Tindak lanjut dari perubahan rumusan THRK dan tunjangan cuti tahunan, fasilitas penugasan dinas (khususnya tentang meal at cost), revisi tarif transport, kelanjutan dari program RMP & DPLK BNI, dan beberapa topik mengenai permasalahan personalia.

Keesokan harinya, kamis 7 Nov 2013, dilanjutkan dengan pertemuan QM. Pertemuan ini di hadiri oleh peserta rapat Pre-QM ditambah dari pihak management hadir pula DG (President Director & General Manager) dan EVP (Executive Vice President). Pada pertemuan ini topik yang di bahas adalah terkait kontrak blok Mahakam yang akan berakhir di tahun 2017.

Adapun hasil dari pertemuan tersebut secara lengkapnya dapat dilihat di risalah rapat atau dapat pula ditanyakan ke perwakilan pengurus masing masing daerah kerja.

Friday, November 1, 2013

Catatan Kelemahan Peraturan Perundang2-an terkait berakhirnya kontrak Blok Migas


Berikut ini beberapa catatan kelemahan peraturan perundang undangan tentang berakhirnya kontrak blok migas:

  • UU No 22 tahun 2003 tentang Migas hanya mengatur kapan KKKS incumbent dapat mengajukan perpanjangan kontrak blok Migas dan KKKS lainnya dapat mengajukan penawaran pengelolaan Blok Migas yang akan habis masa kontraknya yaitu dimulai sejak 10 tahun sebelum berakhirnya kontrak blok Migas. Namun UU No.22 tahun 2003 belum mengatur kapan selambat-lambatnya Pemerintah akan memutuskan siapa pihak yang ditentukan mengelola blok Migas yang berakhir masa kontraknya tsb. Preseden buruk terjadi pada blok West Madura Offshore (WMO) yang sebelumnya dikelola oleh KKKS Kodeco yang pada akhirnya digantikan oleh Pertamina Hulu Energi dimana Pemerintah baru membuat keputusan sekitar 1 minggu menjelang berakhirnya kontrak.
  • PSC Contract belum mengatur mekanisme peralihan atas suatu blok Migas yang habis masa kontraknya
  • Akibat tidak diaturnya masa peralihan pada blok Migas yang berakhir masa kontraknya, maka KKKS bersikeras agar posisi/status KKKS sebagai operator pada suatu blok Migas dihormati hingga berakhirnya masa kontrak.
  • Selanjutnya akan berakibat pada tepat pada saat kontrak berakhir Pemerintah akan kesulitan mengelola Blok Migas tsb, karena belum jelas siapa yang mengelola blok Migas tsb.
  • Akibat berikutnya, Pemerintah akan terpaksa/dipaksa mengatur masa peralihan diluar masa kontrak yang ada.
  • Belum diatur secara jelas bagaimana status kepegawaian dari pekerja pada blok MIGAS yang habis masa kontraknya.
  • Mengingat PP 35 th 2004 tentang Kegiatan usaha Hulu Migas, dinyatakan bahwa suatu KKKS hanya boleh beroperasi pada satu blok MIGAS saja, maka apakah dengan berakhirnya kontrak blok Migas KKKS maka KKKS tersebut dikatagorikan diliquidasi?
  • Apakah dengan berakhirnya kontrak blok Migas kontrak kepegawaian pekerja dengan KKKS serta merta berakhir pula?
  • Apakah KKKS yang masa kontraknya berakhir pada suatu blok MIGAS memiliki hak/kewenangan untuk membawa seluruh pekerja ke blok Migas lainnya?
  • Pada PTK SKK Migas belum diatur secara jelas bagaimana mekanisme peng-anggaran pembayaran pesangon bagi pekerja pada blok Migas yang habis masa kontraknya, apakah dianggarkan sejak beberapa tahun sebelum berakhirnya kontrak melalui WP&B atau hanya dianggarkan pada tahun terakhir berakhirnya kontrak.
  • Belum diaturnya secara jelas mekanisme peng-anggaran à Funding pesangon pekerja jika kontrak blok Migas berakhir, hal ini dalam rangka memberikan rasa aman kepada pekerja bahwa dana pesangon sudah disiapkan/dicadangkan.
  • Pada UU No.13 tahun 2003, belum diatur secara jelas bagaimana kompensasi pesangon bagi pekerja pada blok Migas yang habis masa kontraknya yang ada hanyalah untuk kasus-kasus bangkrut dan likuidasi.

Saturday, September 28, 2013

Bedah buku “EKONOMI MIGAS” Tinjauan Aspek Komersial Kontrak di Industri Hulu Migas

Acara bedah buku “EKONOMI MIGAS” ini di gagas oleh SPNTI dalam rangka untuk memberikan wawasan yang lebih dalam tentang dunia industri migas tentang jenis jenis kontraknya, model PSC, cadangan migas, tata kelola migas, perbandingan dengan industri migas di luar negeri serta proyeksi masa depan industri migas. Target dari acara ini adalah anggota SPNTI, hal ini sehubungan dengan dinamika akan berakhirnya kontrak blok mahakam pada tahun 2017. Acara bedah buku ini dilaksanakan pada hari jum'at tanggal 27 Sept 2013, bertempat di gedung OFL (Ruang Handil) Balikpapan.
bedah buku "Ekonomi Migas" oleh Bpk Benny Lubiantara
Penulis buku: Benny Lubiantara
Ringkasan oleh: Bpk Ganda (SPNTI)
Tanpa basa-basi, pak Benny dalam Bab 1 langsung memulai bahasannya dengan secara ringkas menguraikan sejarah kontrak-kontrak migas.
Jenis Kontrak migas ini mengerucut menjadi 3 (tiga), yaitu: Kontrak Konsesi, Kontrak bagi hasil (PSC), dan Kontrak Servis berikut elemen-elemen dalam struktur kontrak migas, seperti: luas area, durasi kontrak, pengembangan sebagian wilayah, rencana kerja, bonus, royalty, cost recovery, profit share, corporate income taxes, pajak lainnya, Domestic Market Obligation (DMO), ring fencing, partisipasi pemerintah, dan komersialitas. (hal.15).

Pada Bab II diuraikan Kontrak Bagi Hasil (PSC) di Indonesia, sejarahnya sejak kemunculannya hingga beberapa generasi sekarang ini. Diuraikan juga aspek-aspek akuntansi perminyakan dan PSC di Indonesia. (hal 54). …

Ada diagram alir Perhitungan PSC Indonesia berikut penjelasan ringkasnya termasuk perhitungan arus kas kontraktor dan perhitungan keekonomian proyek. (hal.78).
 
Bab III membahas Cadangan Migas dan  Enhanced Oil Recovery, tentu ke aspek keekonomiannya.
 
Bab IV berisi analisis keekonomian model kontrak migas dari perpektif Negara, termasuk mencari model kontrak yang cocok.
 
Salah satu bab yang menarik adalah Bab V Tata Kelola Industri Migas. Bab ini dimulai dengan sub-bab yang menantang: Perlukah Pemisahan Fungsi regulasi dan Fungsi Bisnis?
Segitiga Kebijakan-Regulasi-Bisnis ditampilkan dengan beberapa pola antara pemisahan antar sudut atau ada salah satu kaki segitiga yang dikuasai tetapi kaki yang lain terpisah.
Diberikan beberapa contoh praktik/pengalaman tata kelola, mulai dari Brasil, Norwegia, Venezuela, Malaysia, Arab Saudi.
Dikutip juga hasil penelitian soal korelasi antara model tata kelola dengan kinerja industri migas suatu negara.
Dipaparkan juga perkembangan kontrak hulu migas di beberapa negara, seperti Aljazair, Irak, Iran, Venezuela, Bolivia, Brasil, Norwegia. (hal.130).
 
Bab VI tidak kalah menarik, yaitu Perusahaan Migas Nasional (NOC) dan Internasional (IOC). Diperkenalkan istilah lain selain NOC, yaitu State-Owned Oil Company.
Disampaikan bahwa NOC adalah pengendali 90% cadangan dan 70% produksi migas dunia.
Ada tabel menarik: Ranking Perusahaan Migas berdasarkan Cadangan Migasnya. (hal.149).
Dibahas juga strategi pengembangan NOC, perlunya strategi pemerintah terhadap NOC, dan kecenderungan hubungan antara NOC dan IOC.
 
Selanjutnya, seperti melanjutkan isi Bab IV, Bab VII mengulas Stabilitas dan Dinamika Kontrak Migas.
 
Bab VIII mestinya menarik para pemerhati bisnis Migas Nasional. Karena pada bab  ini diuraikan pandangan penulis buku ini terhadap beberapa kasus kontrak migas di Tanah Air. Meski serba ringkas, pembaca dapat menjumpai kasus Cost Recovery (hal.172), ekspor LNG dari Tangguh (hal.176), PSC Gross (model tanpa cost recovery) (hal.180), dilema perpanjangan kontrak (hal.186), biaya pengembangan komunitas sekitar dan cost recovery (hal.190), cost recovery diganti tunai (hal.193).
Penulis menambahkan beberapa usulan untuk perbaikan.
Bab ini ditutup dengan contoh sukses industri Migas Brasil (hal.203).
Kata-kata kunci untuk bab ini adalah ”one size fits all Models does not exist”. (hal.170)
 
Bab IX menyoroti dinamika harga migas dunia termasuk penjelasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Ada sub-bab menarik, yaitu tentang harga minyak mentah Indonesia dan kaitan antara pasar finansial dan harga minyak. (hal.219).
 
Bab XI dan XII mengulas manajemen keuangan/pembiayaan industri hulu migas, termasuk manajemen aset migas, pembiayaan proyek, opsi-opsi pembiayaan dalam tahap-tahap kegiatan hulu migas, juga sumber pembiayaannya dari mana.
 
Buku ini dipungkasi dengan visi penulisnya tentang masa depan industri migas yang dijabarkannya dalam bab XII.
***
 
Buku ini kaya akan referensi. Setiap bab ditopang oleh referensi dari berbagai sumber, baik dari buku, artikel, laporan, komunikasi pribadi dengan nara sumber, undang-undang, PP, hingga tulisan di blog. Tulisannya enak diikuti bahkan bagi mereka yang awam.
 
Khusus bagi pekerja Migas, buku ini bisa menjadi pijakan untuk memandang industri tempat ia bekerja dari pandangan helikopter. Itu bisa sangat membantu positioning pekerja Migas dalam bersikap atas dinamika kontrak yang dialami perusahaan tempat ia bekerja.
Jika boleh mengusulkan, penulis bisa menambahkan satu bab lagi tentang hal ini. Penulis sudah menyinggungnya sedikit pada Bab I hal.5: ..”Paling tidak, ada empat faktor yang membuat industri hulu migas berbeda dengan industri lainnya, antara lain: pertama, lamanya waktu antara saat terjadinya pengeluaran (expenditure) dengan pendapatan (revenue), kedua, keputusan yang dibuat berdasarkan risiko dan ketidakpastian tinggi serta melibatkan teknologi canggih, ketiga, sektor ini memerlukan investasi biaya kapital yang relatif besar, keempat, dibalik semua risiko tersebut, industri migas juga menjanjikan keuntungan yang sangat besar.
Risiko tinggi, penggunaan teknologi canggih, dan sumber daya manusia terlatih serta besarnya kapital yang diperlukan, ….”
Faktor SDM ini sangat jarang dibahas dalam berbagai kesempatan.
 
Pembahasan buku ini juga terkesan a-politis, dalam artian berusaha mendudukkan aspek komersial kontrak migas murni bisnis tanpa campur tangan politik, baik dari Negara maupun perusahaan. Beberapa contoh yang disampaikan, seperti Brasil dan Norwegia (yang sukses) dan Rusia (yang gagal), sebenarnya secara tidak langsung menunjukkan ada faktor itu dalam industri ini. Di Indonesia, walaupun disebut-sebut sebagai perintis model PSC, bongkar pasang tata kelola telah dilakukan dan kita semua mengetahui seperti apa kondisi tata kelola migas Indonesia saat ini. Disamping ada campur tangan berbagai pihak, ada faktor lain yang seperti sudah menjadi ciri khas negeri ini, yaitu: korupsi yang masih merajalela. Jika ada edisi revisi, penulis bisa menambahkan satu bab khusus tentang Tata Kelola Migas Indonesia, sejarah dan tantangannya.

Thursday, August 1, 2013

(SDM) RI Kekurangan Tenaga Perminyakan??


sumber : http://www.migas-indonesia.com

Cadangan dan produksi minyak nasional saat ini semakin turun. Bukan hanya karena dana, namun minimnya pekerja di industri migas dalam negeri juga jadi hambatan tersendiri.

Pembahasan oleh : Administrator Milis Migas Indonesia

Migas indonesia,
Tampaknya isue negara RI kekurangan SDM perminyakan sudah mempengaruhi produksi Migas nasional.
Ini komentar pak Rudi Rubiandini (Kepala SKKMIGAS) saya posting kan...

Jakarta - Cadangan dan produksi minyak nasional saat ini semakin turun. Bukan hanya karena dana, namun minimnya pekerja di industri migas dalam negeri juga jadi hambatan tersendiri.

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini mengatakan, satu-satunya kunci untuk meningkatkan produksi migas adalah dengan mencari sumur baru lewat pengeboran.

"Kalau tidak mengebor tidak ada minyak, sedikit ngebor sedikit pula minyak yang didapat, banyak ngebor makin banyak minyak yang didapat, makanya tahun ini kami tetapkan sebagai tahun pengeboran," ujar Rudi ketika berkunjung ke Kantor Trans Corp, Jakarta, seperti dikutip Selasa (23/4/2013).

Namun dari program 1.200 pengeboran sumur eksploitasi dan 250 sumur ekplorasi migas, yang bisa direalisasikan masih sangat sedikit sekali.

"Masalahnya, kita kekurangan rig (alat bor minyak dan gas bumi), saya bilang ke Dirut Pertamina Ibu Karen, tolong ditambah rig-nya. Sekarang sudah ada rig-nya masalah lagi, yang mengerjakan siapa? Karena kita kekurangan orang di industri migas," ujar Rudi.

Kekurangan pekerja di industri migas ini bukan karena Indonesia minim sarjana perminyakan dan lainnya, tapi karena tengaa perminyakan Indonesia banyak bekerja di perusahaan migas asing.

"Tenaga-tenaga mereka sangat diburu industri migas di luar negeri, mereka dibayar US$ 1.500-US$ 2.500 per hari (sekitar Rp 23 juta), jika mereka bekerja di dalam negeri atau bahkan ke Pertamina, mereka pasti mikir-mikir lagi," ungkap Rudi.

Rudi sempat menyinggung juga soal wacana gaji pegawai SKK Migas (dulu BP Migas) yang rencananya akan disamakan dengan PNS. Jika ini terjadi, maka tidak akan ada yang mau menjadi pegawai SKK Migas.

"Kalau itu terjadi, tidak perlu Mahakamah Konstitusi yang membubarkan, disamakan gajinya saja dengan PNS besok BP Migas bubar, ya karena mereka-mereka yang bekerja di BP Migas orang yang sangat diburu juga perusahaan-perusahaan minyak baik di dalam maupun di luar negeri," tandasnya.

Rista Rama Dhany - detikFinance

Tanggapan 1 - aank71

Tenaga perminyakan ini jurusan apa saja pak?

Tanggapan 2 - Elwin Rachmat

Isu yang menarik Pak Herry.
Sulit, namun bukan tidak ada alternatifnya. Sangat tergantung lagi lagi political will.

Kita harus memperbanyak pendidikan dan pelatihan keteknikan yang dibutuhkan sektor migas. Walaupun memerlukan waktu untuk mengecap hasilnya, namun hasil yang akan diperoleh dapat diandalkan kesinambungannya.

Penghargaan pada para profesional migas memang harus ditingkatkan terus sesuai dengan kompetisi dengan negara lain. Membayar expat bukan solusi alternatif untuk mengatasi kekurangan SDM apalagi brain drain.

Alternatif lainnya adalah memperpanjang usia pekerja lebih dari 58 tahun seperti yang berlaku sekarang. Perawatan kesehatan yang diberikan pada pekerja migas ada baiknya dievaluasi hingga sampai usia berapa pekerja migas diharapkan masih produktif. Usia expatriat yang dibayar mahal jauh melebihi batas usia pekerja migas kita. Perawatan kesehatan expatriat dibayar melelaui cost recovery untuk mutu internasional, sedangkan pekerja nasional hanya menerima mutu perawatan lokal.

Terlihat disini bahwa selama ini pekerja migas kita dihargai jauh lebih rendah dari pada para ekspatriat yang belum tentu memiliki kinerja dan produktifitas berlebih. Kapankah pekerja kita dapat menjadi tuan rumah di negara sendiri?

Tanggapan 3 - puluh.rianto

Bikin pendidikan dan latihan tenaga perminyakan dengan ikatan dinas 10-15 thn.
Setelah itu terserah kpd ybs utk stay, atau kpd perusahaan utk mempertahankannya.

Tanggapan 4 -boorham.rifai@yahoo.com

Borderless artinya sebenarnya tidak ada batasan antara expat dan lokal, murni keseimbangan antara kompetensi, kebutuhan dan how low can you go. Apalagi dari sisi yg punya uang, pastinya tdk peduli expat atau lokal yg penting jobs done. Logikanya expat akan sulit masuk ke Indonesia karena harus bersaing dgn tenaga lokal. Tapi sepertinya di sini yg punya uang lebih suka menyewa expat yg mahal daripada orang lokal walaupun misalnya orang lokal ikhlas dihargain cuma 1/2 harga expat dengan kompetensi yg sama. Mgkn rumor tentang rate maksimum bagi orang lokal dan rate minimum bagi expat itu ada benarnya. CMIIW.

Tanggapan 5 - zulkiflitaher

Apakah benar RI kekurangan tenaga Perminyakan?

Sebelum menjawab pertanyaan ini, perlu juga kita bertanya apakah hal ini esensial bagi Indonesia untuk survive dalam mengelola kekayaan sumber daya migas ini?

Kalau kita mau lihat Negara Negara yang kaya dengan sumber daya migas, banyak Negara Negara di Timteng misalnya yang gak punya tenaga perminyakan, tapi bisa berhasil dalam mengelola sumber daya migas mereka. Banyak Negara yang gak punya tenaga perminyakan tapi sukses memenuhi atau malah melampaui target pendapatan Negara mereka. Bagi mereka tidak esensial masalah punya atau tidak punya tenaga perminyakan. Tapi dengan menghargai tinggi tenaga perminyakan, mereka bisa mendapatkan tenaga tenaga handal berpengalaman dari seluruh mata angina.

Jadi, menurut saya tidak benar bahwa RI kekurangan tenaga perminyakan. Tapi yang terjadi adalah RI tidak menghargai tenaga perminyakan seperti banyak Negara lain melakukanya. Masih ingat kan diskusi kita tentang SBY yang menyindir Jokowi yang menaikan UMR....?

Tanggapan 6 - Roviky Dwi P

Kalau menurutku sakjane gajinya orang minyak termasuk SKKMIGAS itu sudah pas dan sesuai, yang lain aja kekecilan. Maksude, gaji orang Indonesia semua harus dinaikkan, biarkan saja harga naik semua malah bagus .... supaya kalau kita ke LN juga bisa belanja :-) walaupun inflasi selalu ngikut sepanjang tahun, layaknya entrophy.

Btw, Pak Rudy sepertinya menggunakan fenomena kelangkaan Drilling Engineer (DE) di Indonesia. Salah satu yg kita lihat saat ini adalah sedikitnya DRILLING RIG yang ada di indonesia, tentunya target drilling juga tidak akan tercapai, ujungnya produksi semakin termehek-mehek mengejar target.

Kelangkaan DE ini bukan hanya sekedar karena Rignya ga ada didunia ini, tetapi orang yang mencari drilling rignya pun ngga ada, alias ngga ada DE di Indonesia. Tentu saja DEnya mencarikan rig bagi perusahaannya masing2. Siapa yang punya DE ya mereka yang dapat mencari rig. This is not lack of drilling rig, but lack of drilling engineer.

Jadi kalau emang DE sedang naik daun, ya sudah nggaji DEnya saja yg dinaikkan dengan term of condition sama spt di LN. (shorterm contract, daily rates). cara hitugnya ya seperti yg saya tuliskan bulan lalu disini http://wp.me/p1bJX-et . Jangan dihitung sehari 2500$ utk kerja setahun dikalikan 360 kali !

Lah kok kemudian dibawah-bawa soal kelangkaan Pekerja Migas itu tentunya melebar ke hal lain. Ntah siapa yang melebarkan, Pak Rudi atau wartawan, supaya lebih seru.

Hal yang mirip adalah melihat issue potensi minyak di Indonesia. Apakah memang minyaknya ngga ada atau memang tidak ada geologist yang berusaha serius untuk mencarinya ? Lack of prospect or lack of geologist idea ?

Tanggapan 7 - uripsdm

Rekans MI, Mari kita analisis.

Dengan keyworsd : SDM, Tenaga Kerja, Migas

KEPENTINGAN : Negara, Masyarakat, Pekerja Migas Negara ingin berdaulat atas penguasaan Sumber Daya Migas hingga pengolahan dan pengelolaannya. Masyarakat merupakan konsumen yg ingin menikmati hasil tambang Migas yg juga berhak sebagai warga NKRI, misal dg harga bbm murah. Pekerja Migas ingin memiliki pendapatan setinggi-tingginya.

SUPPLY DEMAND:
Demand bbm domestik membuat tekanan Supply bbm yg memicu peningkatan produksi.

PRODUKSI:
Produksi bbm Dalam Negeri yg terdorong naik, memicu investasi yg menuntut kapital, teknologi dan kebutuhan Tenaga Kerja.

KOMPETENSI:

Kualitas SDM nasional sdh mampu untuk eksplorasi dan eksploitasi, pengolahan hingga distribusi ke seluruh pelosok NKRI.

PROBLEM:
Kecepatan Demand yg tidak diimbangi Supply. Tuntutan peningkatan produksi yg tidak diimbangi Kuantitas SDM yg kompeten.

ALTERNATIF SOLUSI:
Melalui investasi di dunia pendidikan, tingkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan Vokasional, dibiayai oleh revenur hasil penjualan migas iru sendiri melalui beasiswa ikatan dinas dihidupkan lagi untuk teknisi sd engineer migas. Siswa/mahasiswa bisa sambil magang, alumni langsung bekerja di bidangnya. Para senior yg sdh melanglang buana dan industri migas dijadikan fasilitator/pengajar/mentornya.

Terakhir, Niat ikhlas belajar dan berkarya untuk NKRI..!!

Tanggapan 8 - puluh.rianto@gmail.com

Dg kondisi saat ini yg sudah boirderless, selama demand tenaga perminyakan di luar negri jauh lebih besar daya tariknya atas suply yg dihasilkan didalam negri, brain drain akan terus terjadi.

Tdk cukup dengan peningkatan supply melalui pendidikan, tapi program2 retention di dalam negri harus dilakukan. Perlu Regulasi2 baru dibidang ketenagakerjaan migas yg membuat orang secara rasional lebih memilih bekerja di sini. Efeknya: proses produksi berjalan dg dukungan tenaga kerja migas yg mencukupi, dan produksi migas juga akan meningkat.

Tanggapan 9 - uripsdm@yahoo.com

Coba rekans semua baca komentar yang muncul, yg terbaca adalah:
  1. Membandingkan gaji dg expat. Ini pasti ditulis dg semangat pekerja.
  2. Menghitung fasilitas tunjangan dan sejenisnya, misal medical benefit. Ini pasti ditulis dg semangat pekerja.
  3. Mendiskreditkan kondisi ketenagakerjaan domestik, dan terjadilah brain drain ke LN. Ini pasti ditulis dg semangat pekerja.

Itu tidak salah. Saya sdh menuliskannya di bawah sub judul "KEPENTINGAN", dengan peran sebagai "pekerja" Migas, yg kebanyakan pekerja mau pendapatan setinggi tingginya. Dan keinginan ini tidak ada rem nya. Oleh karena itu, saya tutup dg kalimat "niat ikhlas belajar dan berkarya untuk NKRI".

D sisi lain, ada KEPENTINGAN masyarakat, yg krn perannya tidak berkesempatan memdaftar masuk sbg pekerja Migas, krn misalnya ybs hanyalah seorang tukang kayu, atau petani di pelosok gunung, atau nelayan di sebarang lautan. Namun semua kita berhak untuk menikmati hasil bumi yg adalah kekayaan milik bangsa dan NKRI. Jangan salahkan mereka, kalau menjerit di tengah lautan krn solar langka lagi selangit harganya. Mereka gambaran dari Kepentingan Masyarakat yg ingin nikmat dari hasil bumi NKRI.

Bayangkan, kalau semua pekerja Migas adalah murni bangsa Kita, maka tak seorangpun mengatakan "koq expat itu...dst ..dst".

Bayangkan kalau SDM NKRI yg berkarya, apapun hasilnya, maka nelayan itu bersorak gembira, dan sabar menanti solar penuh pengertian,menunggu menghampirinya demi perahu motor kecilnya bisa melaut lagi.

Ketika semua hasil produksi itu, berupa limpahan rejeki dialokasikan dg secara adil kpd siswa, mahasiswa, pekerja, dan stakeholders lainnya berupa kenikmatan naiknya tingkat ekonomi dan kesejahteraan pribadi, maka NKRI ini akan menjadi Negara Adidaya!!

Mari bersatu, berbakti demi NKRI !!!
Merdeka SDM Indonesia !!!

Tanggapan 10 - puluh.rianto

Memang paling tidak ada 4 kepentingan pak:
  1. Kepentingan usaha/industripengusaha yg memikirkan ya pengusahanya.
  2. Kepentingan pekerja yg memikirkan ya pekerjanya sendiri
  3. Kepentingan negara/pemerintah/juga masyarakat, ya yang memikirkan pemerintah yg sedang berwenang dan memegang mandat.
  4. Kepentingan rakyat, yg memikirkan rakyat lewat wakil2nya di DPR dan komisi yg membidangi energi migas.
Milis ini mayoritas membernya pekerja, jadi wajar saja kalo semangat tanggapannya lebih banyak dari sisi pekerja.

Terbuka ruang yang sama untuk tanggapan dari sisi pengusaha dan pemerintah, dan (wakil) rakyat. Masing2 punya peranan.

Kalo pekerja diminta ikut memikirkan dari sisi kepentingan pemerintah atau yg lain, trus kerjaannya sendiri gimana? dst dst...

Bukannya nggak mau atau berpikir sektoral, tapi partisipasi pekerja ke pemerintah dan masyarakat sudah diwujudkan/diwakili dalam bentuk PAJAK.

Masing2 punya peran sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yg dilakoninya...


Tanggapan 11 - Wahyu Affandi

...jika sdh sampai ke situasi "kekurangan SDM perminyakan",maka sdh saatnya ESDM, SKK Migas mendorong para HRD Migas, sbb:

usia kerja: review kembali utk menaikkan batas usia (kini 58 tahun ?), dgn kondisi fit akan ditentukan oleh MCU (medical check up) dan utk posisi tertentu,misal: advisor, specialist

salary: susun jenis salary utk bangsa Indonesia yg mmpunyai skills +experiences, misalnya sebutlah sbg "Asia Expat", mulai dgn rate "setengah, tiga per-empat, atau sama" dgn sang expat asli...jangan menunggu sikon 'brain-drain' (kata isu, event "Pulang Kampung di Dubai akhir Maret 2013" juga tdk menggembirakan...artinya kagak dipercaya) iklan loker: mulailah para HRD/Agen utk mencantumkan 'salary range' , yg sekarang hanya ada di loker luar negeri

job slot: buatlah job slot baru (maaf krn sy di bidang HSE),misal HSE Coach, Environmental Coach, Waste Management Expert, HSE General Promotion, dst. Maka,sikon dunia usaha Migas akan menggeliat,krn saya melihat bhw banyak rekan yg masih sehat gagah hrs berhenti,gara2 batasan umur,dan para yunior akan belajar dari kehadiran sang super senior tsb.

Salam, semoga niat baik akan mampu menolong bangsa sendiri.

Tanggapan 12 - J.S. Sibagariang

Yth. Rekan Migas,

Sharing dari pengalaman saya: Jika kita bicara ttg gaji tinggi (dinaikkan) yang ditawarkan di Oil Company di Indonesia untuk menjawab kebutuhan Tenaga Perminyakan di Indonesia, bukan menjadi *jaminan* bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh Pegawai tsb adalah bagus & menguntungkan bagi Perusahaan atau Negara.

Contohnya ditempat sister company kami PSC eksplorasi di Indonesia, ada Pegawai (lokal) kantoran yang digaji sangat tinggi (katakanlah >$1,000 x 22 hari kerja + tanggungan2 lain) tetapi setelah dicek-cek dengan adanya pergantian manajemen, pekerjaannya tsb tidak dapat dikatakan bagus atau sesuai dengan kebutuhan Perusahaan atau dengan kata lain merugikan perusahaan.

Jadi jika bicara ttg gaji (uang) yang ditawarkan, tidak menjadi tolak ukur mendapatkan kualitas SDM yang pas (kalau untuk memenuhi kuota/jumlah SDM mungkin bisa/iya).

Menurut saya, semangat kebangsaan dan membangun bangsa ini menjadi lebih baik adalah salah satu jawaban untuk perusahaan migas Indonesia/Negara mendapatkan kualitas SDM lokal.

*"ilmu bisa digali, uang bisa dicari, tapi hati & pikiran manusia siapa yang tau..."* :)

Tanggapan 13 - "Amal Ashardian"

Statement yang menarik.
Saya kira statement menguntungkan bagi perusahaan atau Negara perlu lebih diperjelas.

Saya kira personal yang telah digaji 1000USD/day itu memiliki pertimbangan yang jauh lebih dalam daripada sekedar uang. Daripada sekedar menyenangkan pimpinannya, dia berpikir misalnya keselamatan orang dan alam lingkungan.

Karena bekerja tidak hanya demi keuntungan uang semata tetapi juga wajib mempertanggung jawabkan kepada Tuhan.

Saya juga sering menjumpai, karena demi uang atau takut dipecat atau demi menyenangkan boss, seseorang rela melacurkan diri/ melacurkan keahliannya/ke-engineer-anya.

Thursday, July 18, 2013

Pe-nandatangan-an Perjanjian Kerja Bersama 2013-2015

Penandatanganan PKB 2013-2015
Pada hari kamis, 18 Juli 2013 bertempat di kantor Total EP Indonesia di Jakarta telah dilaksanakan pe-nandatangan-an Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yg ke-enam antara Serikat Pekerja Nasional TOTAL E&P INDONESIE (SPNTI) dan TOTAL E&P INDONESIE (TEPI).  Pe-nandatangan-an PKB ini merupakan hasil kesepakatan dari perundingan antara tim Serikat Pekerja dan tim menejemen TEPI untuk periode masa 2 tahun (2013-2015).

Ibu Elisabeth Proust, President Director and General Manager TEPI, menyampaikan apresiasinya kepada SPNTI dan juga kepada tim kerja PKB (taskforce team) yang telah bekerja keras untuk menyelesaikan proses perundingan sehingga dapat tercapai kesepakatan.

“PKB bukan hanya sekedar dokumen yang perlu di perbarui dan dirundingkan setiap 2 tahun sekali. Akan tetapi PKB, memiliki makna yang lebih dari sekedar itu, Sebab PKB merupakan gambaran serta manifestasi dari hubungan industrial yang harmonis antara perusahaan dengan para pekerjanya. Kesepakatan PKB mencerminkan nilai kebersamaan, kerja keras, harapan serta komitmen untuk bekerja sama untuk mewujudkan produktivitas dan sukses bersama” ungkapnya.

Seremoni pe-nandatangan-an PKB ’13-’15

Bertindak atas nama menejemen TEPI, Ibu Elisabeth Proust sedangkan dari SPNTI di wakili oleh Ketua umum SPNTI, Fauzan Muttaqin melakukan pe-nandatangan-an Perjanjian Kerja Bersama 2013 – 2015. Pe-nandatangan-an ini disaksikan oleh beberapa pejabat negara terkait diantaranya: Indra Wardhana (perwakilan SKKMigas), Amin Latif (Kepala Disnaker Balikpapan) and Suriansyah (Keapal Disnaker Kutai Kartanegara).

Wednesday, July 10, 2013

draft PO Penanganan Surat Keluhan_Permintaan Advokasi Anggota SPNTI

1. TUJUAN
Dalam rangka melakukan standarisasi proses penanganan surat keluhan dan permintaan advokasi anggota SPNTI, maka disusunlan Peraturan Organisai SPNTI terkait sebagai berikut

2. REFERENSI
  1. Anggaran Dasar SPNTI
  2. Anggaran Rumah Tangga SPNTI 
  3. PKB TEPI 2013-2015
3. DEFINISI
  • Surat keluhan adalah ....

4. LANGKAH PENANGANAN
Tatacara Penanganan Surat Keluhan Pekerja
  1. Keluhan yang dapat ditindaklanjuti oleh SPNTI adalah keluhan yang dibuat oleh anggota SPNTI.
  2. Keluhan yang dapat ditindaklanjuti oleh SPNTI adalah keluhan yang dibuat secara tertulis.
  3. Langkah pertama: Surat Keluhan dibuat oleh Pekerja ditujukan kepada Atasan langsung (N+1) pekerja dan ditembuskan kepada Atasan dari Atasan langsung (N+2) Pengurus SPNTI TDK (Ketua TDK dan Fungsionaris Advokasi TDK) dan Pengurus Pusat (Ketua Umum dan Kepala Divisi Advokasi) dan HR Manajer. Atasan yang bersangkutan wajib mencari jalan keluar dalam waktu 6 (enam) hari kerja.
  4. Langkah kedua: Jika dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak surat itu diserahkan belum juga ada penyelesaian yang memuaskan bagi yang bersangkutan, maka keluhannya diajukan kembali dengan tertulis oleh Pekerja yang bersangkutan kepada Atasan dari Atasannya (N+2) dan Human Resources Manager untuk pekerja Daerah Kalimantan Timur dan Vice President Human Resources & General Services untuk Pekerja Kantor Jakarta dengan tembusan kepada SERIKAT PEKERJA. Atasan dari Atasannya (N+2) tersebut wajib mencari jalan pemecahan masalah tersebut bersama-sama Human Resources Manager dalam waktu 6 (enam) hari kerja.
  5. Langkah Ketiga: Apabila dalam waktu 6 (enam) hari kerja sesudah langkah kedua di atas belum juga terselesaikan, maka persoalannya oleh Pekerja yang bersangkutan diajukan lagi kepada President Director & General Manager atau Executive Vice President Operations & East Kalimantan District Manager masing-masing untuk Pekerja Kantor Jakarta atau Daerah Kalimantan Timur dan kepada SERIKAT PEKERJA. Apabila belum juga terdapat penyelesaian keluhan tersebut di atas dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja, maka persoalan tersebut dikategorikan sebagai perselisihan industrial.
  6. Fungsionaris Advokasi di TDK bertanggung jawab langsung untuk mengawal proses advokasi anggota di TDKnya hingga Surat Keluhan ke-2
  7. Setelah Surat Keluhan ke-3 dan seterusnya Kepala Divisi Advokasi SPNTI Pusat
5. PENANGGUNG JAWAB
  1. Fungsionaris Advokasi TDK
  2. Ketua TDK
  3. Ketua Divisi Advokasi SPNTI Pusat
  4. Ketua Umum

Sunday, June 30, 2013

Perundingan PKB

TEPI-SPN PKB 18_07_2013-215IMG_4890IMG_4886IMG_4894IMG_4913IMG_4910
IMG_4917IMG_4915TEPI-SPN PKB 18_07_2013-199TEPI-SPN PKB 18_07_2013-296TEPI-SPN PKB 18_07_2013-245TEPI-SPN PKB 18_07_2013-227
perundingan PKB, a set on Flickr.
PKB atau Perjanjian Kerja Bersama merupakan peraturan yang sepakati bersama antara pihak perusahaan dengan pihak pekerja. Dalam PKB tersebut di atur tentang hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan. PKB pada dasarnya adalah peraturan perusahaan, akan tetapi yang menjadikannya berbeda adalah PKB dalam pembuatannya melibatkan unsur pekerja dan disepakati bersama antara perusahaan (dalam hal ini manajemen) dan pekerja (diwakili oleh Serikat Pekerja)

PKB mempunyai masa berlaku yaitu 2 tahun. Sehingga setiap periode 2 tahun harus diperbarui. Hal ini untuk mengakomodasi perubahan perubahan yang di rasa perlu baik itu atas inisiatif pekerja maupun untuk kepentingan perusahaan.

Dalam proses perundingan, masing masing pihak menugaskan tim kerja untuk merumuskan perubahan apa saja yang perlu. Di TEPI tim kerja dari unsur Serikat Pekerja di wakili oleh pengurus SPNTI dari masing masing daerah kerja ditambah pengurus pusat. Sedangkan tim kerja manajemen di wakili oleh divisi HR dan legal.

Sebelum memulai perundingan, biasanya tim kerja SPNTI dengan tim kerja manajemen mengadakan outbond bersama. Tujuannya adalah untuk menyamakan paradigma, bahwa ketika dalam perundingan nanti, mereka semua adalah satu tim dengan tujuan yang sama, yaitu untuk menghasilkan PKB yang sesuai keinginan bersama.
Dalam tahapan perundingan, kedua tim kerja bekerja selama 5 hari penuh untuk menelusuri bab per bab, pasal demi pasal, yang mana yang perlu ditambah, dikurang atau di rubah sesuai dengan aspirasi kedua belah pihak.

Hasil dari perundingan tersebut masih berupa draft PKB baru, beserta risalah perundingan. Draft PKB itu nantinya akan di kaji kembali oleh steering committee (SC). Setelah dikaji oleh masing masing SC (manajemen dan SPNTI) dan kedua belah pihak sepakat, maka selanjutnya draft itu di serahkan ke Depnaker dan SKK Migas untuk di review (apakah sesuai normatif atau tidak). Apabila semuanya tidak ada masalah, maka tahap akhirnya adalah penandatanganan PKB.

Monday, June 10, 2013

Perjalanan dari Rumah ke Lapangan Apakah Termasuk Waktu Kerja


Sebagai bahan pengaya wawasan kita terhadap beberapa opini terkait dengan perjalanan dinas, berikut ini di kutipkan diskusi yang ada di portal migas-indonesia. Mudah-mudahan bisa menambah khasanah kita.

sumber: http://www.migas-indonesia.com/
Di KEPMEN 234 TH 2003 pada Pasal 5 ayat 3 berisi kutipan: “Waktu yang dipergunakan pekerja/buruh dalam perjalanan dari tempat tinggal yang diakui oleh Perusahaan ke tempat kerja adalah termasuk waktu kerja apabila perjalanan memerlukan waktu 24 (dua puluh empat) jam atau lebih.“

Bagaimana ayat ini sebenarnya dijelaskan/diartikan?

Pembahasan - Groove Cameron

Dear Rekan2

Di KEPMEN 234 TH 2003 pada Pasal 5 ayat 3 berisi kutipan: “Waktu yang dipergunakan pekerja/buruh dalam perjalanan dari tempat tinggal yang diakui oleh Perusahaan ke tempat kerja adalah termasuk waktu kerja apabila perjalanan memerlukan waktu 24 (dua puluh empat) jam atau lebih.“

Bagaimana ayat ini sebenarnya dijelaskan/diartikan?

Apakah ada perjalanan yg memerlukan waktu selama 24 jam di wilayah indonesia (dimana kepmen ini berlaku)?

Menurut pendapat saya yang buta hukum, dan mencoba mencari jawaban melalui internet, bisa jadi pasal 5 ayat 3 diatas, sebenarnya diambil sebagai rangkuman dari 5 CFR Ch. I (1–1–03 Edition), § 551.422 Time spent traveling. Yang isi nya sbb: “(b) An employee who travels from home before the regular workday begins and returns home at the end of the workday is engaged in normal ‘‘home to work’’ travel; such travel is not hours of work.

When an employee travels directly from home to a temporary duty location outside the limits of his or her official duty station, the time the employee would have spent in normal home to work travel shall be deducted from hours of work as specified in paragraphs (a)(2) and (a)(3) of this section.

Jadi menurut hemat saya, Pasal 5 ayat 3, dari KEPMEN tersebut pada dasarnya menjelaskan bahwa bagi karyawan yg melakukan bepergian ke tempat kerja yg bukan official home base nya dan harus menginap semalam atau lebih, maka perjalanan dari tempat tinggal ke tempat kerja nya adalah termasuk waktu kerja. Demikianlah pendapat saya terhadap KEPMEN pasal 5 ayat 3

Bagaimana pendapat rekan2 yang lain.

Tanggapan 1 - Agus Supriyadi

Dear rekan-rekan
Semoga sehat dan bahagia selalu

Dari diskusi yang pernah saya ikuti, yang dimaksud perjalanan dari rumah ke tempat kerja tersebut bukan dihitung sebagai waktu kerja untuk kemudian mendapatkan upah atau remunerasi, melainkan waktu kerja yang diperhitungkan untuk jaminan asuransi bagi si karyawan.

Artinya jika dalam rangka tugas kerja terjadi hal-hal yg masuk dalam klausal asuransi meski diluar area kerja tetap dapat claim.

Semoga bermanfaat

Tanggapan 2 - Dirman Artib

Share saja.
Kalau dalam  kontrak saya, memang disebutkan istilah khusus waktu perjalanan (traveling time), jadi perjalanan lewat udara dari rumah ke airport pakai taxi, dan dari airport Soekarno-Hatta ke airport Dubai/Abudhabi/Doha, lalu lanjut ke airport Muscat, lalu lanjut lagi ke airport kecil di Gurun Oman disebutkan sebaga "traveling time".

Secara komersial traveling time itu dibayar. Dan dari sisi asuransi, jika terjadi kecelakaan maka berhak mendapatkan pertanggungan, ya kalau meninggal pertanggungan tentu untuk ahli waris.

Btw.
Sebaiknya keluarga diberi awareness tentang pertanggungan asuransi ini, kemana dan bagaimana cara meng-klaim-nya jika memang keadaan yg tak dikehendaki terjadi. Terutama bagi yg menandatangani kontrak dgn perusahaan yg terdaftar di LN, dan tentu saja bukan  teritorial Republik Indonesia, dimana Bang Poltak sebagai kuasa hukum tak lagi kompeten utk memberikan advokasi.

Tanggapan 3 - Hari Subono

Menurut saya dengan membandingkan aplikasinya di perusahaan di luar Indonesia maksudnya adalah apabila "home town" pekerja tersebut untuk mencapainya membutuhkan waktu 24 jam atau lebih ketika cuti maka perjalanannya tersebut tidak dihitung hari cuti (dianggap hari kerja) begitu juga dengan perjalanan balik dari cutinya.
Aplikasinya seperti itu kalo di luar sini dan saya kira demikian juga dengan di Indonesia.

Semoga bermanfaat.

Tanggapan 4 - Dirman Artib

Kayaknya perjalanan ke Tangguh Irian memerlukan waktu yg sama dgn perjalanan ke Doha.
Jadi bagi yg bekerja di Tangguh utk BP memerlukan effort yg sama dgn kawan-kawan yg akan kembali "on" di Qatar Petroleum (QP) setelah 2 minggu "off".

Monday, May 6, 2013

Intervensi SKK Migas dalam Perundingan PKB KKKS

Perundingan PKB
pihak ketiga??
Perundingan PKB adalah perundingan bipartit antara Perusahaan dan Pekerja tanpa campur tangan dari pihak manapun termasuk dari Pemerintah. Dalam hal ini Pemerintah hanya memberikan rambu-rambu agar dalam pelaksanaannya tidak melanggar peraturan perundang-undangan.

Perundingan PKB pada perusahaan MIGAS selain melibatkan Institusi Kemenakertrans juga melibatkan SKK Migas yang sebelumnya dikenal dengan BP Migas. Review pada Kemenakertrans lebih menitik beratkan pada ketentuan normatif peraturan perundang-undangan sementara review dari SKK Migas lebih menitikberatkan pada dampak anggaran/cost impact.

Pemerintah dalam hal ini Kemenakertrans dan SKK Migas bukan merupakan pihak dalam perundingan PKB. Keterlibatan SKK Migas belakangan ini yang memberikan batasan atas paket remunerasi yang selama ini diterapkan di Industri MIGAS berpotensi memberikan dampak negatif terhadap tata kelola bisnis MIGAS di tanah air.

Meningkatnya biaya operasi dan menurunnya produksi MIGAS di saat yang bersamaan menyebabkan perhatian Pemerintah atas biaya operasi (cost recovery) menjadi meningkat. Terlepas bahwa dua hal tersebut merupakan relasi sebab-akibat ataupun tidak, pada kenyataanya fakta tersebut menjadi salah satu pertimbangan Pemerintah dalam menerbitkan beberapa kebijakan di sektor MIGAS. Pemerintah melalui BPK/BPKP melakukan audit atas pembebanan biaya operasi MIGAS yang dikembalikan ke Perusahaan KKKS (cost recovery). Wujud nyatanya dengan diterbitkannya kebijakan sebagai berikut:
  • Permen ESDM no. 22 th 2008 tentang jenis biaya kegiatan hulu MIGAS yang tidak dapat dibebankan ke biaya operasi.
  • Terbitnya PP 79/2010 tentang biaya operasi MIGAS/cost recovery
Nuansa yang kental pada terbitnya 2 kebijakan itu antara lain:
  • Jika ada biaya yang tidak ada kaitan langsung dengan operasional maka terancam non cost recovery
  • Jika ada biaya dalam hal ini komponen upah yang nominalnya di atas normative dikatagorikan non-cost recovery
Sedangkan dalam peraturan perundangan yang lain disebutkanbahwa kesejahteraan pekerja beserta keluarganya adalah satu kesatuan
  1. UU no.21 Th 2000 tentang Serikat Pekerja pada bagian Pertimbangan, pasal 1 ayat 1, pasal 4 ayat 1, pasal 27 ayat b bahwa Pemerintah mengatur bahwa fungsi dan tujuan dibentuknya Serikat Pekerja adalah untuk memberikan perlindungan atas hak dan kepentingan serta meningkatkan kesejahteraan pekerja beserta keluarganya.
  2. Pada UU no.13 tahun 2003 kata keluarga disebutkan tidak kurang dari 14 kali dalam naskah UU 13/2003, hal ini cukup bagi kita untuk menyimpulkan bahwa perhatian Pemerintah terhadap pekerja dan keluarganya dalam UU Ketenagakerjaan merupakan hal yang terintegrasi dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
  3. PP no.8 Th 1981 tentang Perlindungan Upah mengatur bahwa definisi upah adalah sebagai kompensasi atau imbalan atas hasil kerja yang diberikan kepada pekerja dan keluarganya,
Kaidah hak dan kewajiban pada normative:
Jika Peraturan perundang-undangan mengatur tentang hak maka yang diatur adalah hak minimal: contoh yang diatur Upah Minimum Regional (UMR) artinya jika Pengusaha dan Pekerja berunding dalam penentuan upah maka upah yang diatur harus diatas normative atau minimal sama dengan Upah minimum yang diterbitkan oleh Pemerintah, dan jika diatur dibawah normative maka menjadi batal demi hukum.

Jika Peraturan perundang-undangan mengatur tentang Kewajiban maka yang diatur adalah kewajiban maksimal. Contoh yang diatur adalah kewajiban jam kerja maksimal dalam sehari, kewajiban hari kerja dalam seminggu dan lain-lain. Artinya jika Pengusaha dan Pekerja berunding dalam penentuan kewajiban maka yang diatur harus lebih rendah atau minimal sama dengan kewajiban maksimal yang ditetapkan Pemerintah, dan jika diatur diatas normative maka menjadi batal demi hukum.

Kompetitivenes remunerasi di industry MIGAS
Industri MIGAS adalah industry strategis Negara yang menyumbang sekitar 30% dari pendapatan Negara merupakan industry yang dikelola dengan Resiko yang tinggi, teknologi tinggi, biaya tinggi dan predikat lainnya. Konsekuensi dari beberapa aspek tersebut yang menjadikan pengupahan pekerja di sector MIGAS adalah salah satu yang tertinggi di Indonesia dan di dunia.

Dari beberapa aspek pengupahan, kompetitifnes menjadi salah satu instrument penting dalam rangka mempertahankan tenaga kerja agar tidak lompat ke Perusahaan lain di dalam negri maupun ke luar negri. Kompetitifnes sudah menjadi kaidah/hukum alam artinya jika pengupahan di suatu tempat tidak kompetitif maka dengan sendirinya pekerja akan berpindah ke perusahaan yang memberikan pengupahan lebih kompetitif.

“If you give peanuts you get monkeys” adalah salah satu idiom yang mengemuka dalam hal kompensasi dan benefit. Kalau Perusahaan ingin berinvestasi pada human capital maka Perusahaan tidak dapat memberikan hal yang kecil untuk mendapatkan pekerja yang berpotensial / skilled employee. Hal inilah yang akan terjadi jika kita memberikan remunerasi yang tidak kompetitif bagi pekerja MIGAS maka Pekerja MIGAS Indonesia berpotensi eksodus ke Timur Tengah atau Negara lainnya yang dapat menghargai kompetensi dan pengalaman mereka. Sehingga sementara Negara lain mendapatkan 1st class employee Indonesia dan yang tinggal di Indonesia mungkin hanya tenaga kerja kelas-2 atau bahkan kelas-3 yang akan mengoperasikan Industri MIGAS di Indonesia. Padahal Industri ini sekali lagi sangat strategis bagi Negara yaitu kontributor signifikan dalam pendapatan negara.

Kaitan antara sistem pengupahan dengan Kemampuan Perusahaan (Company Affordability)
Suatu sistem Pengupahan selain mengakomodir kaidah intenal equity/fairness/non deskriminasi, externally competitive, juga harus mempertimbangkan company affordability. Tidak bijak jika ada Perusahaan MIGAS yang masih dalam tahap explorasi menerapkan tingkat remunerasi yang sama dengan Perusahaan MIGAS yang sudah pada tahap produksi. Juga tidak bijak jika ada Perusahaan MIGAS dengan produksi yang hanya ratusan barel equivalen perhari menerapkan sistem remunerasi dengan Perusahaan MIGAS yang produksinya puluhan atau bahkan ratusan ribu barrel equivalen perhari. Suatu Perusahaan tentunya harus mempertimbangkan kemampuan Perusahaan dalam memberikan paket remunerasi yang didasari diantaranya oleh: jumlah produksi MIGAS, revenue bagi negara dan efisiensi Perusahaan itu sendiri.

Dalam hal ini SKK Migas dapat membuat penggolongan KKKS dengan mempertimbangkan beberapa aspek tersebut tentunya dengan orientasi kelanjutan bisnis MIGAS di Perusahaan itu sendiri.

Kesimpulan dan saran
Pemberian paket remunerasi bagi pekerja dan keluarganya telah sejalan dengan peraturan-perundang-undangan, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa pemberian paket remunerasi yang diberikan kepada keluarga pekerja menjadi tidak terkait dengan kegiatan operasi MIGAS. Paket remunerasi tersebut masuk dalam suatu kantong anggaran Personnel Cost, yang prosentase nya dalam biaya operasi sudah cukup rendah ditambah lagi biaya operating cost/cost perbarel di Indonesia cukup murah yaitu setara 10 USD/barel.

Upaya penghematan yang dilakukan pada personnel cost dalam hal ini pemberian benefit kepada keluarga pekerja berpotensi membuat upaya employee retaining program di Industri MIGAS Indonesia menjadi kontra produktif dan semakin mendorong pekerja untuk eksodus ke luar negeri.

Langkah BPK/KPK dalam menyorot benefit yang diberikan kepada keluarga pekerja menjadi didefinisikan tidak berkaitan dengan operasional terlalu premature dan sangat berpotensi misleading

Langkah BPK/KPK yang ditindaklanjuti oleh Pemerintah melalui Kementrian ESDM c.q SKK Migas dalam mengurangi benefit yang diberikan kepada Pekerja dan keluarganya tidak sejalan dengan Peraturan perundang-undangan dan tidak sejalan dengan upayapengelolaan Industri MIGAS yang baik dimana memperhatikan kaidah pengupahan bagi pekerja yang bekerja di Industri  ini.

Pengaturan dan pelarangan pada teknis pembebanan biaya kegiatan operasi MIGAS yang terlalu detil dan rigid berpotensi kontra produktif terhadap upaya peningkatan pendapatan negara dari sektor MIGAS.

Intervensi SKK Migas dalam Perundingan PKB di Perusahaan MIGAS tidak sejalan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, olehkarenanya intervensi tersebut patut untuk ditolak dan memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada para pihak dalam perundingan yaitu Perusahaan dan Pekerjanya untuk berunding dengan tetap memperhatikan aspek optimalisasi anggaran yang mengakomodir kaidah anggaran yang efisien dan efektif.

Sunday, March 10, 2013

Tuesday, February 12, 2013

Data dan Fakta Seputar Blok Mahakam

12 Pebruari 2013
http://www.skkmigas.go.id/data-dan-fakta-seputar-blok-mahakam

“Menanggapi beberapa berita yang terus dihembuskan oleh beberapa pengamat terkait dengan perpanjangan Blok Mahakam maka dirasakan perlu meluruskan data dan fakta yang ada”, demikian disampaikan oleh Gde Pradnyana, Sekretaris Satuan Kerja Khusus Migas (SKKMIGAS). Sebagaimana diketahui, kontrak bagi hasil blok Mahakam ditandatangani tahun 1967, kemudian diperpanjang pada tahun 1997 untuk jangka waktu 20 tahun sampai tahun 2017. Kegiatan eksplorasi yang dilakukan pada tahun 1967 menemukan cadangan minyak dan gas bumi di Blok Mahakam tahun 1972 dalam jumlah yang cukup besar. Cadangan (gabungan cadangan terbukti dan cadangan potensial atau dikenal dengan istilah 2P) awal yang ditemukan saat itu sebesar 1,68 miliar barel minyak dan gas bumi sebesar 21,2 triliun kaki kubik (TCF). Dari penemuan itu maka blok tersebut mulai diproduksikan dari lapangan Bekapai pada tahun 1974

Produksi dan pengurasan secara besar-besaran cadangan tersebut di masa lalu membuat Indonesia menjadi eksportir LNG terbesar di dunia pada tahun 1980-2000. Kini, setelah pengurasan selama 40 tahun, maka sisa cadangan 2P minyak saat ini sebesar 185 juta barel dan cadangan 2P gas sebesar 5,7 TCF. Pada akhir maka kontrak tahun 2017 diperkirakan masih menyisakan cadangan 2P minyak sebesar 131 juta barel dan cadangan 2P gas sebanyak 3,8 TCF pada tahun 2017. Dari jumlah tersebut diperkirakan sisa cadangan terbukti (P1) gas kurang dari 2 TCF. “Jadi informasi yang disampaikan seolah-olah sisa cadangan gas pada tahun2017 sebesar 10,1 TCF dan sisa cadangan minyak sebesar 192 juta barel jelas tidak mempunyai dasar”, jelas Gde Pradnyana.

Sebagaimana diketahui, Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang bekerja disana saat ini di Blok Mahakam, yaitu TOTAL yang berpartner dengan INPEX 50%-50%, telah menginvestasikan setidaknya US$ 27 miliar atau sekitar Rp 250 triliun sejak masa eksplorasi dan pengembangannya telah memberikan penerimaan Negara sebesar US$ 83 miliar atau sekitar Rp.750 triliun.

Masalah perpanjangan blok Mahakam sangat erat kaitannya dengan upaya untuk menjamin dan memaksimalkan penerimaan Negara. Seandainya pemerintah bermaksud memperpanjang kontrak blok Mahakam, maka pemerintah pasti akan meminta kenaikan bagi hasil yang lebih banyak lagi dari kontrak sebelumnya. “Sisa cadangan yang ada plus fasilitas produksi yang sudah sepenuh diberikan cost recovery harus dianggap sebagai equity pemerintah sehingga split bagi hasil yang semula 70:30 untuk gas dan 85:15 untuk minyak harus dinaikkan secara signifikan untuk mengkompensasi equity pemerintah tersebut”, imbuh Gde. Sebagaimana diketahui, saat ini Pemerintah masih menimbang-nimbang siapa yang akan ditunjuk sebagai operator blok tersebut, baik opsi memperpanjang kontrak dengan perubahan split dan perubahan komposisi participating interest, maupun opsi menyerahkan operatorship ke perusahaan Nasional, yaitu Pertamina. Gde menegaskan bahwa: “Menteri Jero Wacik adalah orang yang sangat nasionalis, beliau pasti memperhitungkan agar opsi yang dipilih dapat memberikan manfaat yang terbesar bagi kepentingan bangsa dan Negara”.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons